Jul 16, 2011

Sains Normal dan Revolusi Sains (Kuhn)


Peran sejarah

Rekaman sejarah ilmu merupakan titik awal pengembangan ilmu karena merupakan rekaman akumulasi konsep untuk melihat bagaimana hubungan antara pengetahuan dengan mitos yang berkembang.  Sejarah ilmu digunakan untuk mendapatkan dan mengkonstruksi wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi.  Hal-hal baru yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi pengembangan ilmu di masa berikutnya.  Dari sejarah juga dapat dilihat bahwa sains bukan hasil penemuan individual.

Sains lebih dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya. Dari rekaman sejarah ilmu bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam tidak didasarkan pada upaya empiris untuk membuktikan suatu teori atau sistem, tetapi melalui revolusi-revolusi ilmiah. Sehingga, kemajuan ilmiah pertama-tama bersifat revolusioner dan bukan kumulatif.

Pergeseran paradigma adalah istilah untuk menggambarkan terjadinya dimensi kreatif pikiran manusia dalam bingkai filsafat. Pergeseran paradigma merupakan letupan ide yang merangsang timbulnya letupan ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung menyambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai ini akhirnya menjadi kekuatan yang bisa merubah wajah dan tatanan dunia serta peradaban manusia ke arah suatu kemajuan.

Paradigma dan sains normal


Paradigma merupakan kerangka referensi yang mendasari sejumlah teori maupun kegiatan ilmiah nyata yang diterima dalam periode tertentu. Saat  pertama kali muncul, masih sangat terbatas baik cakupan maupun ketepatannya tetapi menjanjikan suatu keberhasilan. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari saingannya dalam memecahkan masalah keilmuan yang dianggap rawan.

Paradigma membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal sehingga ilmuwan bisa mengembangkan secara rinci dan mendalam, dan tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Pada sains normal, ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya. Tiga fokus kajian sains normal adalah memperluas pengetahuan tentang fakta, meningkatkan kesesuaian antara prakiraan paradigma dan artikulasi lebih lanjut untuk memecahkan beberapa keraguan yang tersisa, untuk memperkuat citra sains. 

Kegiatan ilmiah ada dua yaitu pemecahan teka-teki (puzzle solving) dan penemuan paradigma baru. Pada sains normal, ilmuwan membuat percobaan dan mengadakan observasi untuk memecahkan teka-teki, bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau malah mengakibatkan konflik, maka paradigma baru harus diciptakan. Dengan demikian kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan kepada penemuan paradigma baru, dan jika penemuan baru ini berhasil, maka akan terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan.

Anomali dan munculnya penemuan baru


Berbagai fenomena (anomali) bisa dijumpai oleh seorang ilmuwan selama menjalankan riset di sains normal. Jika anomali kian menumpuk, akan timbul krisis dan paradigma mulai dipertanyakan yang berarti sang ilmuwan mulai keluar dari sains normal.

Data anomali (penyimpangan terhadap teori-teori dalam paradigma) berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru. Penemuan baru diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni pengakuan bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas ke wilayah anomali dan hanya berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.

Revolusi sains


Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains.

Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang bertentangan.  Transformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.

Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan bebas hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri karena dalam memilih paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus meneliti dampak sifat dan logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud.

Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain dimana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda, berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal.

Ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma baru sebagai landasan
risetnya, dan tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas risetnya tidak berguna sama sekali.