Tiap saat kita berhadapan dengan bermacam-macam situasi. Terutama ketika berhubungan dengan orang lain.
Sebagai
pemimpin, mengertikah kita bagaimana cara `membakar’ motivasi para
pegawai kita? Sebagai ibu, kita sering bingung nggak habis pikir plus
pusing oleh watak keras kepala anak-anak kita. Tak jarang pula, sebagai
suami kita terus-terusan bertengkar dengan istri yang padahal juga kita
sayangi dan cintai. Adakah ‘zat kimia’ tertentu atau pola tertentu yang
mempengaruhi sifat, sikap, serta reaksi kita, dan itu terasa dalam
menghadapi berbagai situasi…? Sehingga, kita bisa lebih berdamai dan
mengerti mengapa semua reaksi itu terjadi. Bukankah akan lebih nikmat
hidup ini kalau kita satu sama lain saling memahami?
Florence Litteur, penulis buku terlaris Personality Plus
menguraikan, ada empat pola watak dasar manusia. Kalau saja semua sudah
kita pahami, kita akan sangat terbantu sekali dalam berhubungan dengan
orang lain. Kita akan jadi mengerti mengapa suami kita tiba-tiba marah
sekali ketika meja kerjanya yang berantakan kita atur rapi. Kita juga
akan mudah memahami mengapa pegawai kita gampang sekali berjanji… Dan
hebatnya, dengan mudah pula ia melupakannya. “Oh ya, saya lupa,” katanya
sambil tertawa santai. Kita juga akan mudah mengerti mengapa istri kita
tidak mau dengar sedikit pun mendengar pendapat kita, tak mau kalah,
cenderung mempertahankan diri, selalu merasa benar dengan pendapatnya,
dan makin sengit bertengkar kalau kita mau coba-coba untuk
mengalahkannya.
Menurut Florence, golongan watak pertama adalah sanguinis,
“yang populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi
oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senang
sekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan
transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat
kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun,
orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi,
cenderung berpikir ‘pendek’, dan hidupnya serba tak beraturan. Jika
suatu kali Anda lihat meja kerja pegawai Anda cenderung berantakan,
agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu
berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji, apalagi bikin planning/rencana.
Namun, kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat
mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia
lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan
segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak
lakukan apa pun juga.
Lain lagi dengan tipe kedua, golongan watak melankolis,
“yang sempurna”. Agak berseberangan dengan si sanguinis. Cenderung
serba teratur, rapi, terjadwal, dan tersusun sesuai pola. Umumnya mereka
ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka, dan sering sekali
memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang
sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan. Namun, orang melankolis
cenderung menganalisis, memikirkan, dan mempertimbangkan. Lalu, kalau
bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul merupakan hasil yang ia
pikirkan secara mendalam sekali.
Orang melankolis selalu ingin
serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. Karena itu jangan heran
jika balita Anda yang ‘melankolis’ tidak akan bisa tidur hanya gara-gara
selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi. Dan, jangan pula
coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun istri ‘melankolis’
Anda. Sebab, betul-betul ia tata apik sekali, sehingga warnanya,
jenisnya, dan klasifikasi pemakaiannya sudah ia perhitungkan dengan
rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak setiap jenis
pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu tiba-tiba
jadi lain.
Ketiga, adalah manusia koleris, “yang
kuat”. Mereka ini suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau
perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada penonton dalam aktivitasnya.
Bahkan, tamu pun bisa saja ia ‘suruh’ melalukan sesuatu untuknya. Akibat
sifatnya yang ‘bossy’ itu membuat orang-orang koleris tidak
punya banyak teman. Orang-orang berusaha menghindar, menjauh agar tak
jadi ‘korban’ karakternya yang suka ‘ngatur’ dan tak mau kalah itu.
Orang
koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa,
“Hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan
semua.” Karena itu mereka sangat goal oriented, tegas, kuat,
cepat, dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak
mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat
pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan
semangat “Ya pasti jadi…!” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia
lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tak mudah
menyerah, tak mudah pula mengalah.
Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, yaitu sang flegmatis
atau “cinta damai”. Kelompok ini tidak suka terjadi konflik, karena itu
disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri tidak suka.
Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau
pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul
pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya
tidak terus berkepanjangan.
Kaum flegmatis kurang bersemangat,
kurang teratur, dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau
memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi
pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia
akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok
orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka
pastilah para pendengar yang berkerumun itu orang-orang flegmatis.
Sedang yang bicara tentu saja sang sanguinis.
Kadang sedikit
serba salah berurusan dengan para flegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau
didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Jadi kalau Anda
punya staf atau pegawai flegmatis, Anda harus rajin memotivasi sampai ia
termotivasi sendiri. Mencoba Mengerti Orang Lain
Nah, sekarang Anda masuk golongan mana? Coba amati istri, suami atau
anak-anak Anda. Jangan-jangan Anda sekarang mulai mengerti mengapa
suami, istri, anak, atau rekan Anda bertingkah laku “seperti itu” selama
ini. Dan, Anda pun akan tertawa sendiri mengingat-ingat berbagai
perilaku dan kejadian selama ini.
Ya, tapi apakah persis begitu?
Tentu saja tidak. Florence Litteur, berdasarkan penelitiannya
bertahun-tahun telah melihat bahwa ternyata keempat watak itu pada
dasarnya juga dimiliki setiap orang. Yang beda hanyalah ‘kadarnya’. Oleh
sebab itu muncullah beberapa kombinasi watak manusia.
Ada orang
yang tergolong koleris-sanguinis. Artinya kedua watak itu dominan sekali
dalam mempengaruhi cara kerja dan pola hubungannya dengan orang lain.
Di sekitar kita banyak sekali orang-orang tipe koleris-sanguinis ini. Ia
suka mengatur-atur orang, tapi juga senang bicara (dan mudah juga jadi
pelupa).
Ada pula golongan koleris-melankolis. Mungkin Anda akan
kurang suka bergaul dengan dia. Bicaranya dingin, kalem, baku, suka
mengatur, tak mau kalah dan terasa kadang menyakitkan (walaupun
sebetulnya ia tidak bermaksud begitu). Setiap jawaban Anda selalu ia
kejar sampai mendalam. Sehingga kadang serasa diintrogasi, sebab memang
ia ingin sempurna, tahu secara lengkap dan agak dingin. Menghadapi orang
koleris-melankolis, Anda harus pahami saja sifatnya yang memang
‘begitu’ dan tingkatkan kesabaran Anda. Yang penting sekarang Anda tahu,
bahwa ia sebetulnya juga baik, namun tampak di permukaan kadang kurang
simpatik, itu saja.
Lain lagi dengan kaum flegmatis-melankolis.
Pembawaannya diam, tenang, tapi ingat… semua yang Anda katakan akan ia
pikirkan, ia analisis. Lalu, saat mengambil keputusan pastilah
keputusannya berdasarkan perenungan yang mendalam dan ia pikirkan
matang-matang.
Banyak lagi tentunya kombinasi yang ada pada tiap
manusia. Akan tetapi yang penting adalah bagaimana memanfaatkannya dalam
berbagai aktivitas hidup kita. Jika suami istri saling mengerti sifat
dan watak ini, mereka akan cenderung berusaha ‘memaafkan’ pasangannya.
Lalu, mereka akan berusaha untuk menyikapinya perbedaan watak itu secara
bijaksana.
Begitu pula saat menerima calon pegawai. Untuk
bidang-bidang yang membutuhkan tingkat ketelitian dan keteraturan yang
tinggi, jauh lebih baik bila Anda tempatkan orang-orang yang melankolis
sempurna. Sedang di bagian promosi, iklan, resepsionis, MC, humas,
wiraniaga, tentu jauh lebih tepat anda tempatkan orang-orang sanguinis.
Lalu jangan posisikan orang-orang flegmatis di bagian penagihan ataupun
penjualan. Hasilnya pasti akan amat mengecewakan.
Begitulah,
manusia memang amat beragam. Muncul sedikit tanda tanya, di antara semua
watak itu, mana yang paling baik? Jawabannya, menurut Florence, tak ada
yang paling baik. Semuanya baik. Tanpa orang sanguinis, dunia ini akan
terasa sepi. Tanpa orang melankolis, mungkin tak ada kemajuan di bidang
riset, keilmuan, dan budaya. Tanpa kaum koleris, dunia ini akan
berantakan tanpa arah dan tujuan. Tanpa sang flegmatis, tiada orang
bijak yang mampu mendamaikan dunia.
Yang penting bukan mana yang terbaik. Sebab kita semua bisa mengasah keterampilan kita berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill).
Seorang yang ahli dalam berurusan dengan orang lain, ia akan mudah
beradaptasi dengan berbagai watak itu. Ia tahu bagaimana menghadapi
sifat pelupa dan watak acaknya kaum sanguinis, misalnya dengan
memintanya untuk selalu buat rencana dan memintanya melakukan segera. Ia
jago memanas-manasi (menantang) potensi orang koleris mencapai goal-nya,
atau `membakar’ sang flegmatis agar segera bertindak saat itu juga.
“Inilah seninya dalam berinteraksi dengan orang lain,” kata Florence.
Tentu saja awalnya adalah, “Anda dulu yang harus berubah.” Belajarlah
jadi pengamat tingkah laku manusia…(lalu tertawalah)![ni]
by*
Nilna Iqbal adalah alumni Jurusan Astronomi ITB. Saat ini, pria
kelahiran 8 Mei 1967 ini menekuni pekerjaanya sebagai penulis, trainer,
dan entrepreneur. Nilna tercatat pernah aktif sebagai anggota redaksi
sejumlah media serta mendapat tiga penghargaan penulisan tingkat
nasional pada tahun 1990 hingga 1992. Ia dapat dihubungi di:
nilnaiqbal@yahoo.com